PROSESI
PENGGUNAAN PERANGKAT ADAT DAN PROSESI ARAK-ARAKAN
Keagungan tradisi masyarakat adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning sebagai bagian tak terpisahkan dari Paksi Pak Sekala Bekhak, dilengkapi pula dengan simbol-simbol kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (SAI BATIN )/Sultan dan tahtanya. Salah satu simbol kebesaran itu diwujudkan dalam bentuk alat dan peralatan upacara adat sehari-hari maupun dalam upacara adat kebesaran.
1. Macam - macam payung adat lampung :
1. TUDUNG MERAH adalah payung adat yang di pakai oleh SAI BATIN saat dilaksanakan tayuhan (pesta) adat. Biasa berwarna merah. Menurut sejarahnya payung tersebut merupakan perlambangan adanya pengaruh cina atau sriwijaya (budha) dalam adat istiadat lampung
2. TUDUNG HANDAK, adalah payung adat berwarna putih yang pakai oleh KESEBATIN tiyuh (bawahan SAI BATIN ) pada acara tayuhan atau ngarak dalam perkawinan SEBATIN . Setelah itu payung dipasang di depan pintu gerbang rumah adat bersama umbul2 putih_kuning dan payung agung. Jika kedua2nya dikembangkan menandakan hadirnya SAI BATIN atau perwakilannya. Payung ini melambangkan pengaruh islam atau banten dalam adat istiadat lampung.
3. TUDUNG AGUNG, adalah payung adat yang berwarna kuning yang di pakai oleh raja jukkuan (suku kanan dan kiri) dalam suatu kesebatinan ketika prosesi adat ngarak dalam perkawinan adat lampung. Setelah selesai, dipasang di depan gerbang rumah adat bersama payung/tudung handak. Jika di kembangkan menandakan hadirnya SAI BATIN (Raja) atau perwakilannya. Menurut sejarahnya, payung ini melambangkan pengaruh india atau majapahit (hindu) dalam adat istiadat lampung.
4. TUDUNG HAKHONG adalah payung adat lampung berwarna hitam yang dipakai oleh rakyat biasa dalam acara ngarak pada prosesi perkawinan adat lampung. Perlambangan payung ini mungkin tidak ada pengaruh dari mana pun, karena sebelum masa hindu-budha dan islam, warna hitam yang dijadikan warna dasar adat istiadat lampung atau di indonesia pada umumnya.
Ketentuan Pemakaian payung di Buay Belunguh jukhai Umpu Kuning untuk Sai BATIN
Payung KUNING atau MERAH ialah satu tanda keagungan dan kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran dan Raja (Sai BATIN ) sebagai pengayom masyarakat yang dipimpinnya., payung KUNING ATAU MERAH hanya dikenakan Sultan/Dalom atau Pun atau Pangeran dan Raja (SAI BATIN ) . payung adat yang di pakai oleh Sai BATIN saat dilaksanakan tayuhan (pesta) adat. dalam adat istiadat lampung sedang payung agung raja-raja dapat berwarna Kuning yang lebih rendah dari Payung KUNING ATAU MERAH
Payung KUNING ATAU MERAH selalu dikembangkan menyertai langkah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Apabila Dalom atau Pun atau Pangeran (SAI BATIN ) berkunjung ke BATIN maka payung KUNING ATAU MERAH dikembangkan guna memayungi pada saat proses arak-arakan. Apabila Dalom atau Pun atau Pangeran (SAI BATIN ) masuk ke dalam rumah/ruang perhelatan BATIN yang sedang nayuh maka payung KUNING ATAU MERAH tetap dikembangkan di belakang tempat duduk Dalom atau Pun atau Pangeran dan Raja (SAI BATIN ).
Apabila Dalom atau Pun atau Pangeran dan (SAI BATIN ) tidak bisa hadir sendiri dan mengirim utusan, maka yang ditegakkan di depan rumah tetapi tidak dikembangkan (dibiarkan kuncup) adalah payung adat yg berwarna merah dan Cukup payung Adat yang atas saja, bersama payung/tudung handak. Sedang payung Adat yang bawah tetap kuncup bersama payung agung (kuning) yang dikembangkan dibelakang tempat duduk Raja(SAIBATIN ) bila Raja(BATIN ) yang punya prosesi hadir, apabila raja(SAIBATIN ) tidak hadir maka payung Agung(kuning) kuncup bersama payung adat. Jika di kembangkan menandakan hadirnya SAIBATIN dan Raja (SAIBATIN ) dalam adat istiadat lampung, tanda bahwa utusan Dalom atau Pun atau Pangeran (SAIBATIN ) dan Raja (SAIBATIN ) yang hadir di dalam rumah empunya hajat. Begitupun saat prosesi arak-arakan, payung KUNING ATAU MERAH ditampilkan mengiring disamping wakil Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) tetapi tidak dikembangkan. Utusan yang mewakili Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) tetap dipayungi dengan payung lain milik raja BATIN . Sementara payung KUNING ATAU MERAH Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) tetap ikut diarak dalam keadaan tidak mengembang kuncup).
Untuk Raja Kebawah
Pangeran melihat kenyataan itu dan akhirnya, memutuskan setiap SAIBATIN memperoleh anugerah perkenan pemakaian payung agung (Kuning). adalah payung agung (Kuning) yang di pakai oleh raja jukkuan (suku kanan dan kiri) dalam suatu kese BATIN an ketika prosesi adat ngarak dalam perkawinan adat lampung. Apabila bawahan Raja (BATIN ,Khaden, Minak, Mas, Kemas) ada Prosesi Maka Raja melindungi dengan Payung Agung (kuning) apabila Raja ada Prosesi maka ada tiga payung yang digunakan (Payung Merah, Payung Kuning, Payung Handak).
Setelah selesai, dipasang di depan gerbang rumah adat bersama payung/tudung handak. Jika di kembangkan menandakan hadirnya BATIN (Raja) atau perwakilannya. Apabila ada payung KUNING ATAU MERAH maka yang dipasang di depan gerbang rumah adat bersama payung handak, dan payung kuning tetap di kembang di belakang BATIN (Raja) duduk didampingi Payung Adat yang bawah yang tetap kuncup bila saiBATIN hanya mengirim utusan.
“Kalau itu mampu menimbulkan kebanggaan identitas diri kelompok mereka, simbol adat itu akan menjadi punya manfaat. BATIN bisa memiliki payung sendiri yang berbeda dengan payung KUNING ATAU MERAH Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ).”
Payung Khanggal SAI BATIN , warna Merah atau Kuning adalah warna payung agung Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Dalam rangka memperkuat keputusannya ini, Pangeran selaku Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) pun telah menyerah kepada setiap BATIN atau raja membuat payung sendiri .
BATIN juga diperkenankan memiliki Payung Agung lebih dari satu. Bahkan boleh digunakan secara sekaligus dalam upacara nayuh – tayuhan. Hal ini untuk mengatasi apabila Mulli BATIN baya dipayungi dan Mulli BATIN Kuwakhi juga dipayungi. Kedua-duanya boleh dipayungi oleh anak buah masing-masing. Juga apabila ada BATIN hasil pemekaran. Arak-arakan dalam upacara nayuh pemekaran BATIN ini, Mulli BATIN Pakkal (asal) dan Mulli BATIN yang nayuh (pemegang BATIN baru) sama-sama dipayungi. Hanya, hal tersebut dapat dilakukan apabila Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) atau yang mewakili tidak hadir dalam arak-arakan upacara Tayuhan BATIN .
Tepi ujung lingkaran atap payung berhias rumbai aneka warna yang menjuntai dan bersinaran apabila tertimpa cahaya.
2. Lalamak, Titi Kuya, Jambat Agung
Lalamak, berupa tikar anyaman daun pandan yang dialas kain panjang dengan dijahitkan. Sedangkan Titi Kuya adalah talam terbuat dari kuningan. Talam ini diletakkan di atas lalamak. Setiap lembar lalamak ditempatkan dua titi kuya. Jambat Agung adalah selendang tuha atau angguk khusus segi empat yang diletakkan di atas titi kuya. Ketiga peralatan upacara adat ini berfungsi sebagai satu kesatuan dalam menyediakan titian atau alas menapak Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) pada saat berjalan memasuki tempat perhelatan setelah selesai upacara arak-arakan.
Ketiga alat menjadi satu paket rangkaian, dan biasanya disiapkan lebih dari satu paket sambung sinambung. Tiap alat dipegang sambung menyambung oleh perempuan-perempuan berpasangan, berjajar dan duduk bersimpuh di permukaan tanah. Lalamak-Titi Kuya-Jambat Agung satu rangkaian padu alas langkah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Setelah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) menapakkan langkah kakinya di atas lapisan tiga alat tersebut, maka perempuan pemegangnya harus membawa alatnya menyambung ke arah depan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) melangkah. Jangan sampai telapak kaki Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) langsung menginjak tanah sampai dengan tempat duduknya.
Lalamak, Titi Kuya, dan Jambat Agung adalah gambaran kesetiaan, pengabdian sekaligus kasih sayang masyarakat adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning terhadap Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN )nya.
Dalam pedoman pemakaian Lalamak diletakkan berbaris 4-6 lembar di jalan dengan kain panjangnya di atas. Di atas Lalamak diletakkan Titi Kuya masing-masing dua buah. Di atas Titi Kuya dibentangkan Jambat Agung berupa Selendang Tuha. Namun, apabila Jambat Agung kain angguk segi empat seukuran Titi Kuya maka tiap-tiap Titi Kuya diletakkan satu lembar dan tidak lagi dibentangkan selendang tuha (yang panjang).
Rangkaian Lalamak ini dipasang bila Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) mulai berjalan dalam arak-arakan dengan tanda momentum pada saat Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) memasuki Awan Geminsir, Lalamak dipasang. Atau sewaktu Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) keluar dari Awan Geminsir, Lalamak dibentangkan.
Perempuan pembawa Lalamak, Titi Kuya dan, Jambat Agung ditugaskan kepada nabbai ni sekedau tayuhan dipilih yang masih muda, lincah, sopan, dan penuh disiplin. Mereka harus bukan perempuan sembarangan.
Pada saat kaki Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) menginjak, para pemegang wajib tetap memegang alat tersebut, dilarang ditarik sebelum kaki Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) lewat. Karena salah satu tanda kebesaran dan keagungan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) terletak pada saat kakinya menginjak lalamak. Setelah kaki Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) lewat (ngejapang) baru diangkat dan dibawa berpindah ke posisi berikutnya
3. Penattap Imbukh Tongkat Sangga Baya
Tongkat Sangga Baya dikenal sebagai Penattap Imbukh. Di Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning dikenal Penattap Imbukh Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Tongkat Sangga Baya ini berfungsi sebagai penujuk arah perjalanan. Tongkat ini salah satu tanda kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dan hanya dipakai dalam prosesi arak-arakan Paksi. Hanya Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) yang boleh menggunakan Penattap Imbukh karena alat kebesaran ini mempunyai sejarah panjang yang sangat khusus.
4. Peralatan di Rumah Upacara Nayuh
Kehadiran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dalam Tayuhan BATIN pada saat Upacara Penattahan Adok merupakan kehormatan dan penghargaan bagi BATIN . Apabila Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) hadir, selain alat-alat prosesi adat juga disiapkan alat dan perlengkapan di rumah atau lokasi Upacara Tayuhan.
Alat-alat yang disiapkan di rumah itu antara lain :
(1) Laluhukh Bejutai (1 buah untuk Mas), (3 Buah untuk Kemas dan Minak),(5 buah khaden dan BATIN ;) (7 untuk Raja dan Sultan)
(2) Kelambu sekurang-kurangnya 2 lapis sampai tak terbatas.
(3) Kasur sekurang-kurangnya (1 buah untuk Mas), (3 Buah untuk Kemas dan Minak),(5 buah khaden dan BATIN ;) (7 untuk Raja dan Sultan)
(4) Battal Agung atau bantal besar sebanyak 2-7 buah;
(5) Lalangsi minimal (1 buah untuk Mas), (3 Buah untuk Kemas dan Minak),(5 buah khaden dan BATIN ;) (7 untuk Raja dan Sultan)
(6) Lappit Pesikhihan sebanyak 2 lembar.
- Caccanan
Caccanan atau alat pegang-pakai. Caccanan ni BATIN Paksi, alat pegang-pakai yang dianugerahkan oleh Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) kepada BATIN Paksi. Setiap BATIN Paksi mendapat kehormatan untuk nyaccan (memegang – memakai) alat kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Penyerahan alat kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) tersebut bukan atas dasar senang tidak senang; atau besar kecilnya BATIN . Caccanan tersebut ditugaskan kepada BATIN untuk dipegang pakai pada saat upacara adat, didasarkan pada pertimbangan :
(1) Aspek historis BATIN ;
(2) Jasa BATIN terhadap Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning dan Dalom atau Pun atau Pangeran (SaiBATIN ) terdahulu;
(3) Alat-alat tertentu, seperti Tanduan, dipegang oleh BATIN yang masih mempunyai kedekatan hubungan darah dengan Dalom atau Pun (Sai BATIN ).
Pangeran sendiri menengarai, alat-alat kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dipegang atau dipakai oleh orang-orang yang secara turun temurun bertugas memegang atau memakai alat tersebut. “Bagi mereka ini kebanggaan dan kehormatan, bahkan merupakan bagian dari identitas diri mereka. Tugas ini mereka emban dan pertahankan sebaik-baiknya. Mereka pantang menyerah menjalankan tugasnya. Mereka mempertaruhkan kehormatannya untuk setia mengemban tugas tersebut,” papar Pangeran.
Pangeran bersama tua-tua BATIN dan sesepuh adat Paksi Pak Buay Belunguh Sekala Beghak terutama keturunan Umpu Kuning telah menelusur problem dalam masalah BATIN Penyaccan alat kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Hasil kajian atas data dan tuturan para tetua adat itu kemudian oleh Sultan Pangeran Dalom Iro Belunguh ke XVII dirumuskan
Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut :
1. Di antara alat dan peralatan yang nantinya terlibat dalam arak-arak prosesi adat (Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) Lapah) adalah : Keturunan yang tertua dari semua keturunan yang turun dari gedung pekuwon dan apabila tidak ada maka dilanjutkan ke keturunan kedua yang keluar dari gedung Pekuwon dan seterusnya atau yang diatur selanjutnya oleh Bayang khindul dan atau Hi hik Batin atau yang hadir atau yang mewakili sai BATIN itulah yang mengatur.
2. Penattap Imbukh, keturunan selanjutnya yang ditentukan oleh Bayang khindul dan atau Hi hik Batin.
3. Sepasang Pedang, keturunan selanjutnya yang tditentukan oleh Bayang khindul dan atau Hi hik Batin.
4. Empat pedang atau Dua pedang tercabut sebagai pengawal terdekat Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) saat prosesi adat.
5. Empat tombak atau dua tombak tercabut sebagai pengawal Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) saat prosesi.
6. Tombak pendek sebanyak minimal 2 bilah, kalau bisa 6 bilah.
7. Tombak panjang sebanyak 2 buah
8. Pedang dan tombak.
9. Pedang tidak tercabut sebanyak 2 atau 8 bilah
10. Tombak tidak tercabut sebanyak 2 atau 8 bilah
11. Pepanji sebanyak 7 lembar ditambah dengan Pepanji yang lainnya .
12. Sepasang trisula. Bila ada
13. Gamolan (gamelan) dan Hadrah (tim rebana)
14. Kekhis Penggawa 1 bilah
15. Pedang Penggawa 1 bilah
16. Awan Geminsir
17. Payung Agung 2 buah bila ada min 1 buah
18. Payung lainnya (diiring tongkat dan pedang)
19. Payung Khenoh 2 buah
20. Lampit Pesikhihan 2 lembar
21. Lelamak 6 – 8 lembar dengan Titi Kuya dan Jambat Agung
22. Tim Tari Pedang atau Cabang
23. Dielu-elukan oleh Terakot-Kekati sebanyak 72 penari (Terakot : 24 perempuan penari kipas; 12 gadis penari pedang; 12 pemuda penari pedang; dan Keketi : 24 gadis penari tanpa kipas). Bila dianggap perlu.
Semua peralatan ini dipakai bila ada dan mencukupi dan kalau tidak ada maka dipakai yang pokok-pokoknya saja
5. Busana yang di digunakan dalam acara Adat
Sebagaimana dalam masyarakat adat, Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning juga membuat pengaturan mengenai pakaian adat. Pakaian adat kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dan Ratu telah diatur dengan jelas dan turun temurun serta disesuaikan dengan perkembangan zaman. Demikian pula busana adat para BATIN dan peringkat kedudukan seterusnya hingga posisi terbawah, termasuk busana masyarakat adat. Meski demikian, di antara pakaian-pakaian utama itu, sejumlah kreasi dapat saja dilakukan oleh pemakainya. Seperti ketika ditanyakan perihal ekor dalam tukkus (kopiah – penutup kepala) yang dikenakan para Raja BATIN yang berbeda-beda bentuknya, “Yang begitu itu aksi mereka, kreasi saja. Yang penting, prinsip dasarnya tidak dilanggar.”
1. Baju Jas, Baju adat berupa Jas (laki-laki) berupa jas tutup dengan kancing khusus. Warna kain hitam atau biru tua coklat muda atau warna lainnya. Semua masyarakat adat dapat menggunakan busana adat jas tutup ini. Beda penggunaan karena kedudukan (jenjang gelar) ditandai pada tukkus (penutup kepala) dan lipatan kain sarung yang dibalutkan di pinggang secara serong, bagian lipatan lancip di sisi pinggang hingga pertengahan paha.
2. Serong Gantung dan Sarung Gantung.
Serong Gantung di Kiri :
Mutlak hanya dikenakan oleh Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) atau anak tertua laki-laki dari Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) (putra mahkota). Dalam satu generasi Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) hanya ada seorang yang mengenakan busana adat dengan kain serong gantung kiri.
Serong Gantung Kanan :
Sebenarnya pengenaan kain serong gantung kanan hanya diperuntukkan bagi masyarakat adat bergelar RAJA dan BATIN yang ujungnya ada diatas lutut atau sama dengan lutut. Sampai saat ini, semua lapisan masyarakat adat menggunakan serong gantung kanan. Untuk itu, kini telah diterbitkan ketentuan penggunaan kain serong gantung kanan sebagai berikut:
2.3.1 Serong Gantung Kanan:
sarung yang dipakai ujung sarung bagian bawah dinaikkan sedikit serong ke kanan tetapi tidak terlalu tinggi tetapi ujung ada dibawah lulut. Sarung gantung kanan ini dikenakan mereka yang bergelar RAJA dan BATIN .
2.3.2 Serong Babakh Atung :
sarung yang dikenakan setengah tiang, bagian bawahnya lurus dengan posisi sedikit di bawah lutut. Sama persis dengan sarung gantung Melayu. Pemakainya RADEN, MINAK, KEMAS, MAS dan seluruh masyarakat adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning yang belum mendapat anugerah gelar dari Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ), Kain ini biasanya berupa kain tapis, kain tradisional adat Lampung. Sering pula disebut sebagai kain buppak.
3. Tukkus Tukkus adalah penutup kepala semacam kopiah, yang bentuknya khas Lampung. Terbuat dari kain songket. Dijahit dan dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai gajah bergaya – berlagak dengan belalainya. (Menyungsung Roma).
Dalam busana adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning ada dua macam tukkus.
· Tukkus dengan “belalai dan tidak berekor”. Tukkus ini mutlak hanya dipakai oleh Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ).
· Tukkus “berbelalai sekaligus berekor” yang dipakai oleh mereka yang beradok RAJA dan BATIN . Bentuk belalai dan ekor, bisa dikreasikan seindah mungkin.
Anggota masyarakat adat yang bergelar Radin ke bewah serta mereka yang belum mendapatkan anugerah gelar dari Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ), cukup mengenakan kopiah biasa. Namun, apabila mereka ini mendapat tugas khusus, misalnya membacakan penattahan adok (SK penganugerahan gelar), yang bersangkutan atas perintah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dapat saja mengenakan takkus.
6. Upacara dalam Kesatuan Proses Kehidupan
Upacara adat dalam masyarakat Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning, tidak terpisahkan dengan proses kehidupan sehari-hari. Artinya, upacara selalu terkait dengan tahapan-tahapan kehidupan. Tidak dijumpai upacara yang berkait dengan hari-hari peringatan tertentu, hari-hari besar tertentu. Upacara adat terkait kehamilan, kelahiran, khitan, pernikahan, dan kematian. Upacara pemberian gelar pun kebanyakan dikaitkan dengan perhelatan suatu keluarga dalam koordinasi para Kepala BATIN . Apabila Sultan dan Ratu datang langsung atau mengirim utusan, maka akan ada upacara penyambutan melalui tradisi penghormatan tertentu. Semua upacara itu telah memiliki baku tatacara yang lengkap.
Apabila Raja-Raja hadir dalam satu acara harus membawa payung agung dan nanti pihak tuan rumah harus menyambut dengan tarian silat dan membawa arah tamu selanjutnya menghantarkan ke tempat duduk.
7. Penattahan Adok dan Penayuhan
Salah satu upacara yang cukup penting dalam masyarakat adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning adalah Upacara Pemberian Gelar atau Penattahan Adok. Proses Penattahan Adok dilaksanakan bersamaan dengan berlangsungnya sebuah pesta perkawinan (nayuh) yang diselenggarakan oleh salah satu BATIN dalam Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning. Prosesi puncak berada di tengah acara resmi nayuh dan disaksikan oleh para Raja Kepala BATIN dari BATIN Kappung BATIN maupun BATIN lain dalam Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning. Kehadiran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dalam Penattahan Adok ini sangat diharapkan, baik oleh yang sedang punya hajat nayuh maupun masyarakat adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning. Kehadiran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) di tengah mereka dianggap sebagai anugerah.
Urutan acara pada Upacara Penattahan Adok yang ditunjuk, Pangeran menyebut secara garis besar:
(1) Pembacaan Surat Keputusan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) yang berisi ketetapan gelar dibacakan oleh Bayang khindul dan atau Hi hik Batin atau salah seorang Raja BATIN Kappung BATIN yang ditunjuk atau sesuai kesepakatan para raja. Dilanjutkan pembacaan nama dan gelar yang akan dianugerahkan.
(2) Pembacaan Surat Keputusan RAJA karena Khusus (BATIN , RADEN, MINAK, KEMAS, MAS) pengangkatan ditetapkan oleh raja, sultan hanya menerima pemberitahuan yang berisi ketetapan gelar dibacakan oleh salah seorang yang ditunjuk atau sesuai kesepakatan . Dilanjutkan pembacaan nama dan gelar yang akan dianugerahkan
(3) Petugas Penattah membaca nama dan gelar yang diberikan disertai Penabuh Canang, yang bertugas memukul canang pada saat-saat tertentu dalam rangkaian pengumuman nama dan gelar.
Mereka ini terus didampingi Pembaca SK Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) atau Pembaca SK Raja (BATIN ) dan seorang Raja BATIN dari dusun yang sedang menyelenggarakan Tayuhan sebagai saksi.
Petugas Penattahan Adok ini berpakaian adat lengkap: tukkus, jas tutup, serong gantung kanan, kain buppak, dan keris serta seperangkat canang.
Tata urutan Penattahan Adok secara garis besar adalah sebagai berikut: Petugas Penattahan Adok menghadap Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) atau yang mewakili untuk minta izin dan perkenan guna mulai menjalankan tugasnya. Petugas duduk dengan posisi Hejong Sembah, duduk di atas dua kaki yang dilipat di belakang sedangkan badan berada di atas kaki kiri, bukan di atas lantai.
Setelah duduk, petugas terlebih dahulu meletakkan keris pusaka yang dibawanya, letak pangkal (tangkai) keris ke arah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Setelah meletakkan keris, petugas baru melakukan penghormatan kepada Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dengan mengangkat ke atas kepala kedua belah telapak tangan dirapatkan/ditangkupkan. Selesai menghaturkan sembah. petugas penattah menyampaikan maksudnya dan melaporkan tugasnya. Setelah mendapat jawaban dan perintah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ), petugas kembali memberi sembah. Petugas penattah adok segera menuju tempat upacara.
Canang dipukul. Petugas penattah mulai berbicara di depan hadirin. Ia menyampaikan salam kepada Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dan hadirin dengan bahasa yang khusus. (Butattah). Materi yang harus disampaikan dalam butattah :
(1) salam dan tangguhan atau alasan keberadaannya selaku petugas petattah;
(2) kilas balik sejarah kebesaran Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning Paksi Pak Sekala Beghak dalam memimpin warga dan kabuayannya;
(3) memperkenalkan BATIN yang mengadakan hajatan dan figur para calon penerima gelar;
(4) pelaksanaan pemberian gelar disertai harapan agar adok yang diberikan selalu dipakai dalam penyebutan hari-hari berikutnya;
(5) salam dan pamit kepada Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dan hadirin. Selesai langsung kembali menghadap Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ), menghatur sembah, melapor bahwa telah selesai menjalankan tugas, dan setelah mendapat perkenan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) petugas kembali ke tempat semula. Proses Pentattahan Adok berakhir. Dilanjutkan acara lain-lain.
CONTOH :
1. TUDUNG MERAH adalah payung adat yang di pakai oleh SAI BATIN saat dilaksanakan tayuhan (pesta) adat. Biasa berwarna merah. Menurut sejarahnya payung tersebut merupakan perlambangan adanya pengaruh cina atau sriwijaya (budha) dalam adat istiadat lampung
2. TUDUNG HANDAK, adalah payung adat berwarna putih yang pakai oleh KESEBATIN tiyuh (bawahan SAI BATIN ) pada acara tayuhan atau ngarak dalam perkawinan SEBATIN . Setelah itu payung dipasang di depan pintu gerbang rumah adat bersama umbul2 putih_kuning dan payung agung. Jika kedua2nya dikembangkan menandakan hadirnya SAI BATIN atau perwakilannya. Payung ini melambangkan pengaruh islam atau banten dalam adat istiadat lampung.
3. TUDUNG AGUNG, adalah payung adat yang berwarna kuning yang di pakai oleh raja jukkuan (suku kanan dan kiri) dalam suatu kesebatinan ketika prosesi adat ngarak dalam perkawinan adat lampung. Setelah selesai, dipasang di depan gerbang rumah adat bersama payung/tudung handak. Jika di kembangkan menandakan hadirnya SAI BATIN (Raja) atau perwakilannya. Menurut sejarahnya, payung ini melambangkan pengaruh
4. TUDUNG HAKHONG adalah payung adat lampung berwarna hitam yang dipakai oleh rakyat biasa dalam acara ngarak pada prosesi perkawinan adat lampung. Perlambangan payung ini mungkin tidak ada pengaruh dari mana pun, karena sebelum masa hindu-budha dan islam, warna hitam yang dijadikan warna dasar adat istiadat lampung atau di
Ketentuan Pemakaian payung di Buay Belunguh jukhai Umpu Kuning untuk Sai BATIN
Payung KUNING atau MERAH ialah satu tanda keagungan dan kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran dan Raja (Sai BATIN ) sebagai pengayom masyarakat yang dipimpinnya., payung KUNING ATAU MERAH hanya dikenakan Sultan/Dalom atau Pun atau Pangeran dan Raja (SAI BATIN ) . payung adat yang di pakai oleh Sai BATIN saat dilaksanakan tayuhan (pesta) adat. dalam adat istiadat lampung sedang payung agung raja-raja dapat berwarna Kuning yang lebih rendah dari Payung KUNING ATAU MERAH
Payung KUNING ATAU MERAH selalu dikembangkan menyertai langkah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Apabila Dalom atau Pun atau Pangeran (SAI BATIN ) berkunjung ke BATIN maka payung KUNING ATAU MERAH dikembangkan guna memayungi pada saat proses arak-arakan. Apabila Dalom atau Pun atau Pangeran (SAI BATIN ) masuk ke dalam rumah/ruang perhelatan BATIN yang sedang nayuh maka payung KUNING ATAU MERAH tetap dikembangkan di belakang tempat duduk Dalom atau Pun atau Pangeran dan Raja (SAI BATIN ).
Apabila Dalom atau Pun atau Pangeran dan (SAI BATIN ) tidak bisa hadir sendiri dan mengirim utusan, maka yang ditegakkan di depan rumah tetapi tidak dikembangkan (dibiarkan kuncup) adalah payung adat yg berwarna merah dan Cukup payung Adat yang atas saja, bersama payung/tudung handak. Sedang payung Adat yang bawah tetap kuncup bersama payung agung (kuning) yang dikembangkan dibelakang tempat duduk Raja(SAIBATIN ) bila Raja(BATIN ) yang punya prosesi hadir, apabila raja(SAIBATIN ) tidak hadir maka payung Agung(kuning) kuncup bersama payung adat. Jika di kembangkan menandakan hadirnya SAIBATIN dan Raja (SAIBATIN ) dalam adat istiadat lampung, tanda bahwa utusan Dalom atau Pun atau Pangeran (SAIBATIN ) dan Raja (SAIBATIN ) yang hadir di dalam rumah empunya hajat. Begitupun saat prosesi arak-arakan, payung KUNING ATAU MERAH ditampilkan mengiring disamping wakil Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) tetapi tidak dikembangkan. Utusan yang mewakili Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) tetap dipayungi dengan payung lain milik raja BATIN . Sementara payung KUNING ATAU MERAH Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) tetap ikut diarak dalam keadaan tidak mengembang kuncup).
Untuk Raja Kebawah
Pangeran melihat kenyataan itu dan akhirnya, memutuskan setiap SAIBATIN memperoleh anugerah perkenan pemakaian payung agung (Kuning). adalah payung agung (Kuning) yang di pakai oleh raja jukkuan (suku kanan dan kiri) dalam suatu kese BATIN an ketika prosesi adat ngarak dalam perkawinan adat lampung. Apabila bawahan Raja (BATIN ,Khaden, Minak, Mas, Kemas) ada Prosesi Maka Raja melindungi dengan Payung Agung (kuning) apabila Raja ada Prosesi maka ada tiga payung yang digunakan (Payung Merah, Payung Kuning, Payung Handak).
Setelah selesai, dipasang di depan gerbang rumah adat bersama payung/tudung handak. Jika di kembangkan menandakan hadirnya BATIN (Raja) atau perwakilannya. Apabila ada payung KUNING ATAU MERAH maka yang dipasang di depan gerbang rumah adat bersama payung handak, dan payung kuning tetap di kembang di belakang BATIN (Raja) duduk didampingi Payung Adat yang bawah yang tetap kuncup bila saiBATIN hanya mengirim utusan.
“Kalau itu mampu menimbulkan kebanggaan identitas diri kelompok mereka, simbol adat itu akan menjadi punya manfaat. BATIN bisa memiliki payung sendiri yang berbeda dengan payung KUNING ATAU MERAH Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ).”
Payung Khanggal SAI BATIN , warna Merah atau Kuning adalah warna payung agung Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Dalam rangka memperkuat keputusannya ini, Pangeran selaku Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) pun telah menyerah kepada setiap BATIN atau raja membuat payung sendiri .
BATIN juga diperkenankan memiliki Payung Agung lebih dari satu. Bahkan boleh digunakan secara sekaligus dalam upacara nayuh – tayuhan. Hal ini untuk mengatasi apabila Mulli BATIN baya dipayungi dan Mulli BATIN Kuwakhi juga dipayungi. Kedua-duanya boleh dipayungi oleh anak buah masing-masing. Juga apabila ada BATIN hasil pemekaran. Arak-arakan dalam upacara nayuh pemekaran BATIN ini, Mulli BATIN Pakkal (asal) dan Mulli BATIN yang nayuh (pemegang BATIN baru) sama-sama dipayungi. Hanya, hal tersebut dapat dilakukan apabila Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) atau yang mewakili tidak hadir dalam arak-arakan upacara Tayuhan BATIN .
Tepi ujung lingkaran atap payung berhias rumbai aneka warna yang menjuntai dan bersinaran apabila tertimpa cahaya.
2. Lalamak, Titi Kuya, Jambat Agung
Lalamak, berupa tikar anyaman daun pandan yang dialas kain panjang dengan dijahitkan. Sedangkan Titi Kuya adalah talam terbuat dari kuningan. Talam ini diletakkan di atas lalamak. Setiap lembar lalamak ditempatkan dua titi kuya. Jambat Agung adalah selendang tuha atau angguk khusus segi empat yang diletakkan di atas titi kuya. Ketiga peralatan upacara adat ini berfungsi sebagai satu kesatuan dalam menyediakan titian atau alas menapak Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) pada saat berjalan memasuki tempat perhelatan setelah selesai upacara arak-arakan.
Ketiga alat menjadi satu paket rangkaian, dan biasanya disiapkan lebih dari satu paket sambung sinambung. Tiap alat dipegang sambung menyambung oleh perempuan-perempuan berpasangan, berjajar dan duduk bersimpuh di permukaan tanah. Lalamak-Titi Kuya-Jambat Agung satu rangkaian padu alas langkah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Setelah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) menapakkan langkah kakinya di atas lapisan tiga alat tersebut, maka perempuan pemegangnya harus membawa alatnya menyambung ke arah depan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) melangkah. Jangan sampai telapak kaki Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) langsung menginjak tanah sampai dengan tempat duduknya.
Lalamak, Titi Kuya, dan Jambat Agung adalah gambaran kesetiaan, pengabdian sekaligus kasih sayang masyarakat adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning terhadap Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN )nya.
Dalam pedoman pemakaian Lalamak diletakkan berbaris 4-6 lembar di jalan dengan kain panjangnya di atas. Di atas Lalamak diletakkan Titi Kuya masing-masing dua buah. Di atas Titi Kuya dibentangkan Jambat Agung berupa Selendang Tuha. Namun, apabila Jambat Agung kain angguk segi empat seukuran Titi Kuya maka tiap-tiap Titi Kuya diletakkan satu lembar dan tidak lagi dibentangkan selendang tuha (yang panjang).
Rangkaian Lalamak ini dipasang bila Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) mulai berjalan dalam arak-arakan dengan tanda momentum pada saat Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) memasuki Awan Geminsir, Lalamak dipasang. Atau sewaktu Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) keluar dari Awan Geminsir, Lalamak dibentangkan.
Perempuan pembawa Lalamak, Titi Kuya dan, Jambat Agung ditugaskan kepada nabbai ni sekedau tayuhan dipilih yang masih muda, lincah, sopan, dan penuh disiplin. Mereka harus bukan perempuan sembarangan.
Pada saat kaki Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) menginjak, para pemegang wajib tetap memegang alat tersebut, dilarang ditarik sebelum kaki Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) lewat. Karena salah satu tanda kebesaran dan keagungan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) terletak pada saat kakinya menginjak lalamak. Setelah kaki Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) lewat (ngejapang) baru diangkat dan dibawa berpindah ke posisi berikutnya
3. Penattap Imbukh Tongkat Sangga Baya
Tongkat Sangga Baya dikenal sebagai Penattap Imbukh. Di Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning dikenal Penattap Imbukh Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Tongkat Sangga Baya ini berfungsi sebagai penujuk arah perjalanan. Tongkat ini salah satu tanda kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dan hanya dipakai dalam prosesi arak-arakan Paksi. Hanya Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) yang boleh menggunakan Penattap Imbukh karena alat kebesaran ini mempunyai sejarah panjang yang sangat khusus.
4. Peralatan di Rumah Upacara Nayuh
Kehadiran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dalam Tayuhan BATIN pada saat Upacara Penattahan Adok merupakan kehormatan dan penghargaan bagi BATIN . Apabila Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) hadir, selain alat-alat prosesi adat juga disiapkan alat dan perlengkapan di rumah atau lokasi Upacara Tayuhan.
Alat-alat yang disiapkan di rumah itu antara lain :
(1) Laluhukh Bejutai (1 buah untuk Mas), (3 Buah untuk Kemas dan Minak),(5 buah khaden dan BATIN ;) (7 untuk Raja dan Sultan)
(2) Kelambu sekurang-kurangnya 2 lapis sampai tak terbatas.
(3) Kasur sekurang-kurangnya (1 buah untuk Mas), (3 Buah untuk Kemas dan Minak),(5 buah khaden dan BATIN ;) (7 untuk Raja dan Sultan)
(4) Battal Agung atau bantal besar sebanyak 2-7 buah;
(5) Lalangsi minimal (1 buah untuk Mas), (3 Buah untuk Kemas dan Minak),(5 buah khaden dan BATIN ;) (7 untuk Raja dan Sultan)
(6) Lappit Pesikhihan sebanyak 2 lembar.
- Caccanan
Caccanan atau alat pegang-pakai. Caccanan ni BATIN Paksi, alat pegang-pakai yang dianugerahkan oleh Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) kepada BATIN Paksi. Setiap BATIN Paksi mendapat kehormatan untuk nyaccan (memegang – memakai) alat kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Penyerahan alat kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) tersebut bukan atas dasar senang tidak senang; atau besar kecilnya BATIN . Caccanan tersebut ditugaskan kepada BATIN untuk dipegang pakai pada saat upacara adat, didasarkan pada pertimbangan :
(1) Aspek historis BATIN ;
(2) Jasa BATIN terhadap Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning dan Dalom atau Pun atau
(3) Alat-alat tertentu, seperti Tanduan, dipegang oleh BATIN yang masih mempunyai kedekatan hubungan darah dengan Dalom atau Pun (Sai BATIN ).
Pangeran sendiri menengarai, alat-alat kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dipegang atau dipakai oleh orang-orang yang secara turun temurun bertugas memegang atau memakai alat tersebut. “Bagi mereka ini kebanggaan dan kehormatan, bahkan merupakan bagian dari identitas diri mereka. Tugas ini mereka emban dan pertahankan sebaik-baiknya. Mereka pantang menyerah menjalankan tugasnya. Mereka mempertaruhkan kehormatannya untuk setia mengemban tugas tersebut,” papar Pangeran.
Pangeran bersama tua-tua BATIN dan sesepuh adat Paksi Pak Buay Belunguh Sekala Beghak terutama keturunan Umpu Kuning telah menelusur problem dalam masalah BATIN Penyaccan alat kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Hasil kajian atas data dan tuturan para tetua adat itu kemudian oleh Sultan Pangeran Dalom Iro Belunguh ke XVII dirumuskan
Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut :
1. Di antara alat dan peralatan yang nantinya terlibat dalam arak-arak prosesi adat (Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) Lapah) adalah : Keturunan yang tertua dari semua keturunan yang turun dari gedung pekuwon dan apabila tidak ada maka dilanjutkan ke keturunan kedua yang keluar dari gedung Pekuwon dan seterusnya atau yang diatur selanjutnya oleh Bayang khindul dan atau Hi hik Batin atau yang hadir atau yang mewakili sai BATIN itulah yang mengatur.
2. Penattap Imbukh, keturunan selanjutnya yang ditentukan oleh Bayang khindul dan atau Hi hik Batin.
3. Sepasang Pedang, keturunan selanjutnya yang tditentukan oleh Bayang khindul dan atau Hi hik Batin.
4. Empat pedang atau Dua pedang tercabut sebagai pengawal terdekat Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) saat prosesi adat.
5. Empat tombak atau dua tombak tercabut sebagai pengawal Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) saat prosesi.
6. Tombak pendek sebanyak minimal 2 bilah, kalau bisa 6 bilah.
7. Tombak panjang sebanyak 2 buah
8. Pedang dan tombak.
9. Pedang tidak tercabut sebanyak 2 atau 8 bilah
10. Tombak tidak tercabut sebanyak 2 atau 8 bilah
11. Pepanji sebanyak 7 lembar ditambah dengan Pepanji yang lainnya .
12. Sepasang trisula. Bila ada
13. Gamolan (gamelan) dan Hadrah (tim rebana)
14. Kekhis Penggawa 1 bilah
15. Pedang Penggawa 1 bilah
16. Awan Geminsir
17. Payung Agung 2 buah bila ada min 1 buah
18. Payung lainnya (diiring tongkat dan pedang)
19. Payung Khenoh 2 buah
20. Lampit Pesikhihan 2 lembar
21. Lelamak 6 – 8 lembar dengan Titi Kuya dan Jambat Agung
22. Tim Tari Pedang atau Cabang
23. Dielu-elukan oleh Terakot-Kekati sebanyak 72 penari (Terakot : 24 perempuan penari kipas; 12 gadis penari pedang; 12 pemuda penari pedang; dan Keketi : 24 gadis penari tanpa kipas). Bila dianggap perlu.
Semua peralatan ini dipakai bila ada dan mencukupi dan kalau tidak ada maka dipakai yang pokok-pokoknya saja
5. Busana yang di digunakan dalam acara Adat
Sebagaimana dalam masyarakat adat, Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning juga membuat pengaturan mengenai pakaian adat. Pakaian adat kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dan Ratu telah diatur dengan jelas dan turun temurun serta disesuaikan dengan perkembangan zaman. Demikian pula busana adat para BATIN dan peringkat kedudukan seterusnya hingga posisi terbawah, termasuk busana masyarakat adat. Meski demikian, di antara pakaian-pakaian utama itu, sejumlah kreasi dapat saja dilakukan oleh pemakainya. Seperti ketika ditanyakan perihal ekor dalam tukkus (kopiah – penutup kepala) yang dikenakan para Raja BATIN yang berbeda-beda bentuknya, “Yang begitu itu aksi mereka, kreasi saja. Yang penting, prinsip dasarnya tidak dilanggar.”
1. Baju Jas, Baju adat berupa Jas (laki-laki) berupa jas tutup dengan kancing khusus. Warna kain hitam atau biru tua coklat muda atau warna lainnya. Semua masyarakat adat dapat menggunakan busana adat jas tutup ini. Beda penggunaan karena kedudukan (jenjang gelar) ditandai pada tukkus (penutup kepala) dan lipatan kain sarung yang dibalutkan di pinggang secara serong, bagian lipatan lancip di sisi pinggang hingga pertengahan paha.
2. Serong Gantung dan Sarung Gantung.
Serong Gantung di Kiri :
Mutlak hanya dikenakan oleh Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) atau anak tertua laki-laki dari Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) (putra mahkota). Dalam satu generasi Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) hanya ada seorang yang mengenakan busana adat dengan kain serong gantung kiri.
Serong Gantung Kanan :
Sebenarnya pengenaan kain serong gantung kanan hanya diperuntukkan bagi masyarakat adat bergelar RAJA dan BATIN yang ujungnya ada diatas lutut atau sama dengan lutut. Sampai saat ini, semua lapisan masyarakat adat menggunakan serong gantung kanan. Untuk itu, kini telah diterbitkan ketentuan penggunaan kain serong gantung kanan sebagai berikut:
2.3.1 Serong Gantung Kanan:
sarung yang dipakai ujung sarung bagian bawah dinaikkan sedikit serong ke kanan tetapi tidak terlalu tinggi tetapi ujung ada dibawah lulut. Sarung gantung kanan ini dikenakan mereka yang bergelar RAJA dan BATIN .
2.3.2 Serong Babakh Atung :
sarung yang dikenakan setengah tiang, bagian bawahnya lurus dengan posisi sedikit di bawah lutut. Sama persis dengan sarung gantung Melayu. Pemakainya RADEN, MINAK, KEMAS, MAS dan seluruh masyarakat adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning yang belum mendapat anugerah gelar dari Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ), Kain ini biasanya berupa kain tapis, kain tradisional adat Lampung. Sering pula disebut sebagai kain buppak.
3. Tukkus Tukkus adalah penutup kepala semacam kopiah, yang bentuknya khas Lampung. Terbuat dari kain songket. Dijahit dan dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai gajah bergaya – berlagak dengan belalainya. (Menyungsung Roma).
Dalam busana adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning ada dua macam tukkus.
· Tukkus dengan “belalai dan tidak berekor”. Tukkus ini mutlak hanya dipakai oleh Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ).
· Tukkus “berbelalai sekaligus berekor” yang dipakai oleh mereka yang beradok RAJA dan BATIN . Bentuk belalai dan ekor, bisa dikreasikan seindah mungkin.
Anggota masyarakat adat yang bergelar Radin ke bewah serta mereka yang belum mendapatkan anugerah gelar dari Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ), cukup mengenakan kopiah biasa. Namun, apabila mereka ini mendapat tugas khusus, misalnya membacakan penattahan adok (SK penganugerahan gelar), yang bersangkutan atas perintah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dapat saja mengenakan takkus.
6. Upacara dalam Kesatuan Proses Kehidupan
Upacara adat dalam masyarakat Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning, tidak terpisahkan dengan proses kehidupan sehari-hari. Artinya, upacara selalu terkait dengan tahapan-tahapan kehidupan. Tidak dijumpai upacara yang berkait dengan hari-hari peringatan tertentu, hari-hari besar tertentu. Upacara adat terkait kehamilan, kelahiran, khitan, pernikahan, dan kematian. Upacara pemberian gelar pun kebanyakan dikaitkan dengan perhelatan suatu keluarga dalam koordinasi para Kepala BATIN . Apabila Sultan dan Ratu datang langsung atau mengirim utusan, maka akan ada upacara penyambutan melalui tradisi penghormatan tertentu. Semua upacara itu telah memiliki
Apabila Raja-Raja hadir dalam satu acara harus membawa payung agung dan nanti pihak tuan rumah harus menyambut dengan tarian silat dan membawa arah tamu selanjutnya menghantarkan ke tempat duduk.
7. Penattahan Adok dan Penayuhan
Salah satu upacara yang cukup penting dalam masyarakat adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning adalah Upacara Pemberian Gelar atau Penattahan Adok. Proses Penattahan Adok dilaksanakan bersamaan dengan berlangsungnya sebuah pesta perkawinan (nayuh) yang diselenggarakan oleh salah satu BATIN dalam Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning. Prosesi puncak berada di tengah acara resmi nayuh dan disaksikan oleh para Raja Kepala BATIN dari BATIN Kappung BATIN maupun BATIN lain dalam Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning. Kehadiran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dalam Penattahan Adok ini sangat diharapkan, baik oleh yang sedang punya hajat nayuh maupun masyarakat adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning. Kehadiran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) di tengah mereka dianggap sebagai anugerah.
Urutan acara pada Upacara Penattahan Adok yang ditunjuk, Pangeran menyebut secara garis besar:
(1) Pembacaan Surat Keputusan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) yang berisi ketetapan gelar dibacakan oleh Bayang khindul dan atau Hi hik Batin atau salah seorang Raja BATIN Kappung BATIN yang ditunjuk atau sesuai kesepakatan para raja. Dilanjutkan pembacaan nama dan gelar yang akan dianugerahkan.
(2) Pembacaan Surat Keputusan RAJA karena Khusus (BATIN , RADEN, MINAK, KEMAS, MAS) pengangkatan ditetapkan oleh raja, sultan hanya menerima pemberitahuan yang berisi ketetapan gelar dibacakan oleh salah seorang yang ditunjuk atau sesuai kesepakatan . Dilanjutkan pembacaan nama dan gelar yang akan dianugerahkan
(3) Petugas Penattah membaca nama dan gelar yang diberikan disertai Penabuh Canang, yang bertugas memukul canang pada saat-saat tertentu dalam rangkaian pengumuman nama dan gelar.
Mereka ini terus didampingi Pembaca SK Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) atau Pembaca SK Raja (BATIN ) dan seorang Raja BATIN dari dusun yang sedang menyelenggarakan Tayuhan sebagai saksi.
Petugas Penattahan Adok ini berpakaian adat lengkap: tukkus, jas tutup, serong gantung kanan, kain buppak, dan keris serta seperangkat canang.
Tata urutan Penattahan Adok secara garis besar adalah sebagai berikut: Petugas Penattahan Adok menghadap Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) atau yang mewakili untuk minta izin dan perkenan guna mulai menjalankan tugasnya. Petugas duduk dengan posisi Hejong Sembah, duduk di atas dua kaki yang dilipat di belakang sedangkan badan berada di atas kaki kiri, bukan di atas lantai.
Setelah duduk, petugas terlebih dahulu meletakkan keris pusaka yang dibawanya, letak pangkal (tangkai) keris ke arah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Setelah meletakkan keris, petugas baru melakukan penghormatan kepada Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dengan mengangkat ke atas kepala kedua belah telapak tangan dirapatkan/ditangkupkan. Selesai menghaturkan sembah. petugas penattah menyampaikan maksudnya dan melaporkan tugasnya. Setelah mendapat jawaban dan perintah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ), petugas kembali memberi sembah. Petugas penattah adok segera menuju tempat upacara.
Canang dipukul. Petugas penattah mulai berbicara di depan hadirin. Ia menyampaikan salam kepada Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dan hadirin dengan bahasa yang khusus. (Butattah). Materi yang harus disampaikan dalam butattah :
(1) salam dan tangguhan atau alasan keberadaannya selaku petugas petattah;
(2) kilas balik sejarah kebesaran Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning Paksi Pak Sekala Beghak dalam memimpin warga dan kabuayannya;
(3) memperkenalkan BATIN yang mengadakan hajatan dan figur para calon penerima gelar;
(4) pelaksanaan pemberian gelar disertai harapan agar adok yang diberikan selalu dipakai dalam penyebutan hari-hari berikutnya;
(5) salam dan pamit kepada Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dan hadirin. Selesai langsung kembali menghadap Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ), menghatur sembah, melapor bahwa telah selesai menjalankan tugas, dan setelah mendapat perkenan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) petugas kembali ke tempat semula. Proses Pentattahan Adok berakhir. Dilanjutkan acara lain-lain.
CONTOH :
Pantun BUTETAH Penetapan Adok
KAK HAGA NGEDOK GUAIAN
MEKHAMIK BEBAI SAI NAPAI
SIKINDUA JO KAYUNAN
LAIN ULEHNI PANDAI
SIKINDUA JO KAYUNAN
LAIN ULEHNI PANDAI
MAK NGASI KIKMAK MANAN
KEJUJUNI KIK MAK HAGA
KAYUN MAWAT MUSELAN
KITTU HAGA CAWA CAWA
MAHAP DIA BUKENAN
MAHAP DIA SEKENDUA
JAK SELANG BIDANG RUANG
JAK SUKU UNGGAL PAKSI
SEKENDUA JO DI KAYUN TIYAN KHUMPOK SAI TUHA
SAI TUHANI SAI BATIN LAMBAN SINJO
HAGA NYAMPAIKO CAWA
SAI HANTAKNI SAI KINGOK
SAI HANGANNI MAK LUPA
DILOM CAWA KEMANNO
SAI DEBAH NI NENGGAKHAH
SAI DATAS NGEJUJOMI
SEKENDUA BUTETAH
PESERUMPOK NENGISINI
(pembacaan Adok dari hasil Musyawarah Sai BATIN )
ANGGOK ANGGOK KHAM TUGOK
ITA ITA RAM SAMPAI
KEBAYAN INJUK DI ANGGOK
AWAS KINTU TIKACAI
WAY RANAU GENAU GENAU
LELAYANG TURUN MANDI
MUNGIYAN NI MUHELAU
KEBAYANNI APILAGI
MIDOKH MID PEKON KUDAN
NYEPOK BULUNG NI PANDAN
MUHANJAK NIHAN BADAN
NGENA KEBAYAN JAK …………
MIDOKH MID SUKAMAKHGA
NYEPOK BULUNG KELAPA
KIK KAK YAMIDOKH BUKA
NGELAKAU LAJU NGELAMA
NYILOK CILOK DI LAWOK
LENTEKHA NI PERAHU
KELAWIS KHIK KEDUGOK
BAI TUHA NINDAI MANTU
SETIWANG PANGKALAN GEDOK
PANGKALAN BIDADARI
TANNO TIKENI ADOK…………….
LAIN MULI LAGI
TANNO TI KENI ADOK
LAIN MULI LAGI
HARAPAN SEKAM KHUMPOK
TI UYUN KO MINAK MUAKHI
TABIK PUN NGALIMPURA
SUSUN SEPULUH JAKHI
KINTU BANG SALAH CAWA
MAHAP JAMA KUNYINNI
8. Urutan Upacara Prosesi
Adat tradisi proses penyambutan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dalam Tayuhan BATIN telah turun temurun dilakukan. Telah pula terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Terakhir, Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) telah menetapkan urutan prosesi secara lengkap sebagai berikut :
(1) Seperti halnya Penyambutan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) pada Tayuhan BATIN Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) Sultan Pangeran Iro Belunguh ke XVII memerintahkan pada urutan upacara tersebut ditentukan urutan-urutannya. Berdasar kesepakatan raja-2 maka ditentukan siapa sebagai Pepatih Arak-arakan.
(2) Urutan Arak-arakan :
(2.1) Sebelum Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) tiba di lokasi, seluruh yang terlibat harus sudah siap di lokasi.
(2.2) Saat Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) tiba di lokasi disambut oleh :
(2.2.1) Pepatih Arak-arakan
(2.2.2) Payung Kuning atau payung agung (merah) dipegang oleh BATIN .
(2.2.3) Pembawa Pedang, 2 atau 4 bilah.
(2.2.4) Pembawa Tombak, 2 atau 4 bilah
(2.2.5) Kebayan Payung Kuning, Parajurit Pedang, Prajurit ,Tombak, Pepatih Arak-arakan dan Kabayan mengiring Dalom atau Pun (Sai BATIN ) dari sejak turun hingga masuk ke Awan Geminsir. Di kiri kanan Awan Geminsir telah berbaris Mulli Mekhanai mendampingi Mulli BATIN seluruh BATIN Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) memasuki Awan Geminsir Alat kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) semua berada di posisi masing-masing. Kabayan, Mulli BATIN berikut Mulli Meranai lainnya serta Babbay berjalan mengikuti Awan Geminsir.
(2.3) Setelah dilaksanakan Tari Pedang. Arak-arakan bergerak berjalan. Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) berjalan dalam Awan Gemisir tanpa Lalamak
(2.4) Sambil terus berjalan, prosesi menyajikan gerak tarian, bunyi-bunyian yang meliputi :
(2.5) Terakot – (1) Kekakti; (2) Pencak Silat; (3) Gamelan ditabuh; (4) Hadrah (rebana) dimainkan; (5) Muli Meranai dan Babbay Pantun.
(2.6) Di titik tempat yang ditetapkan, arak-arakan berhenti. Disajikan Tarian Pedang atau Cabang, para pemikul mengangkat tinggi-tinggi Awan Gemisir dan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) keluar dari dalamnya. Langsung Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) berjalan di atas Lalamak yang disediakan khusus baginya. Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) berjalan di atas Lalamak sampai dengan Kelasa. Pada saat itu, Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) diiringi oleh : 2 atau 4 prajurit berpedang; 2 atau 4 prajurit bertombak; payung kuning;Kebayan.
(2.7) Perangkat Arak-arakan dikumpulkan di satu tempat. Bujang Gadis dan Babbai puari menuju tempat yang disediakan.
(2.8) Pada saat Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) keluar dari Awan Geminsir, melewati Lalamak, menuju Kalasa disambut oleh barisan Raja-raja BATIN berpakaian adat kebesaran dan memberi salam adat. Salam adat, kedua telapak tangan diangkat bersama di atas kening atau cukup menunduk kan kepala. Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) membalas dengan meletakkan telapak tangan kanan di dadanya. Jadi, tidak bersalaman. Di ujung barisan Raja-raja BATIN berdiri para undangan dari seluruh berpakaian gamis.
(2.9) Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) memasuki Kelasa. Tetap diiring Payung Kuning dan pengawalnya sampai di tempat duduk. Payung dan Pengawal berposisi di belakang Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) duduk.
(2.10) Setelah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) duduk di Kelasa, seluruh hadirin duduk. Acara siap dimulai. Diawali Tangguhan kepada Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) oleh yang mewakili BATIN Agung. Setelah selesai Tangguhan, acara resmi dimulai dipandu oleh Pembawa Acara. Seterusnya, acara penattahan berlangsung.
Biasanya juga dapat ditambah dengan barisan kehormatan berjumlah 24 atau 48 orang (12 atau 24 laki-laki dan 12 atau 24 perempuan) memakai pakaian teluk belanga, sarung gantung ala Melayu dilengkapi dengan selempang khusus, ikat kepala merah, ikat pinggang warna merah. Pria mengenakan topi model Topi Belulang dilengkapi perisai dari rotan.
9. ADOK / GELAR di Kepaksian BUAY BELUNGUH Jukhai Umpu Kuning
Sumber lisan di Kapaksian Belunguh jukhai umpu kuning dan juga keterangan tertulis serba ringkas mengenai gelar kebangsawanan dan gelar dalam fungsi adat telah diuraikan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ), pucuk pimpinan Adat Paksi Pak Sekala Bekhak Buay belunguh jukhai umpu kuning.
Dalam adat Paksi Pak Skala Brak Paksi Buay Belunguh jukhai umpu kuning, ada beberapa tingkatan gelar atau adok. Seluruh adok adalah mutlak anugerah dari Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Anugerah diberikan atas dasar keturunan (nasab-silsilah) maupun karena jasa besarnya kepada Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) atau Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning.
Dalam adat Paksi Buay Belunguh jukhai umpu kuning, gelar adat dalam berbagai tingkatan tidak “diperjualbelikan” melalui cara dan dengan alasan apapun. Kalaupun ada gelar yang dianugerahkan, merupakan mutlak hak prerogatif Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ).
Meski demikian, sebenarnya Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) mengambil keputusan bukan tanpa dasar dan menutup diri dari aspirasi bawah. Para Kepala BATIN berkewajiban menyusun akkat tindih (tingkatan) status anak buah yang akan diberi gelar. Akkat tindih itu kemudian dimusyawarahkan dengan Raja-raja Kappung BATIN . Pengusulan pakkal ni adok ini harus menimbang gelar dari ayahnya (lulus kawai); cakak adok (naik tingkatan gelar) dan adanya pemekaran BATIN .
Hasil musyawarah diserahkan kepada Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) melalui Hi Hik Bani /Pemapah untuk dimintakan persetujuan.Apapun keputusan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) itulah yang harus diterima.
Dalam adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning, gelar terdiri dari dua atau lebih suku kata yang berpedoman pada Pakkal Ni Adok dan pada Uccuk Ni Adok. Pakkal (pangkal) dari gelar merupakan kata inti dari gelar yang menunjukkan status atau tingkat kedudukan seseorang dalam Tatanan Adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning.
Contohnya, gelar-gelar : Raja, BATIN , Radin dan seterusnya. Sedangkan Uccuk (ujung) dari gelar menunjukkan identitas keturunan atau BATIN nya..
Misalnya : Raja Perdana II, artinya berasal dari BATIN Lamban Doh yaitu Raja Perdana Utama. Gelar Sultan hanya untuk Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Melekat pula pada gelar Sultan adalah Pangeran dan Dalom. Permaisuri Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ), bergelar Ratu. Dalam stratifikasi gelar yang berkait dengan jabatan (struktur) adat dalam masyarakat berturut-turut sebagai berikut :
1.DALOM/PANGERAN/SULTAN
2. RAJA / DEPATI
3. BATIN
4. RADIN
5. MINAK
6. KEMAS
7. MAS/Itton
Gelar tersebut berkaitan dengan status dan kedudukan yang bersangkutan dalam strata kehidupan masyarakat adat Paksi Buay Belunguh jukhai umpu kuning. Gelar dapat memperlihatkan kedudukannya dalam masyarakat adat dimana ia tinggal. Seorang bergelar Raja, dia mempunyai anak buah yang tertata dalam suatu kelompok masyarakat adat yang disebut BATIN . Raja membawahi BATIN , Radin, Minak, Kimas, Mas, dan seterusnya. Pada jalur perempuan, gelar itu setelah Ratu, adalah BATIN -Radin-Minak-Mas-Itton.
Hanya, ada sedikit perbedaan gelar Raja dan gelar-gelar lain yang diberikan kepada keluarga Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) yang tertata dalam Papateh Lamban Gedung Pakuwon, semacam “Sekretariat Negara”. Mereka ini memperoleh gelar karena adanya hubungan darah dengan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Karenanya, tidak membawahi langsung gelar-gelar dibawahnya. Sultan dalam menjalankan fungsinya dibantu oleh 6 orang raja Hi Hik Bani, semacam perdana menteri, yang biasanya diangkat dari salah seorang paman atau adik Sultan. Para Pemapah Sultan/Pemapah Paksi bergelar Raja.
Dalam Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning mulai debentuk DEWAN RAJA-RAJA dimana fungsinya untuk memusyawarahkan suatu masalah yang menyangkut kepentingan tertentu yang bersifat umum dan atau masalah kerukunan raja-raja dan bawahannya sehingga hasil musyawarah akan di serahkan pada Hi hik Bani, kemudian diserahkan pada SAI BATIN untuk memutuskan keputusan Final.
Gelar Raja oleh Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) juga dianugerahkan kepada, Kepala BATIN ; Putera Kedua Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ); dan Menantu Tertua Laki-laki dari Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Kepada menantu perempuan tertua memperoleh gelar Tidak Tudau atau Matudau (anak puteri mengikuti suaminya ).
Ditetapkan di Bumi Agung
Tanggal 07-04-2009
Drs. IKHWAN SIRAJ, SH
Sultan Pangeran Dalom
IRO BELUNGUH Ke XVII
KAK HAGA NGEDOK GUAIAN
MEKHAMIK BEBAI SAI NAPAI
SIKINDUA JO KAYUNAN
LAIN ULEHNI PANDAI
SIKINDUA JO KAYUNAN
LAIN ULEHNI PANDAI
MAK NGASI KIKMAK MANAN
KEJUJUNI KIK MAK HAGA
KAYUN MAWAT MUSELAN
KITTU HAGA CAWA CAWA
MAHAP DIA BUKENAN
MAHAP DIA SEKENDUA
JAK SELANG BIDANG RUANG
JAK SUKU UNGGAL PAKSI
SEKENDUA JO DI KAYUN TIYAN KHUMPOK SAI TUHA
SAI TUHANI SAI BATIN LAMBAN SINJO
HAGA NYAMPAIKO CAWA
SAI HANTAKNI SAI KINGOK
SAI HANGANNI MAK LUPA
DILOM CAWA KEMANNO
SAI DEBAH NI NENGGAKHAH
SAI DATAS NGEJUJOMI
SEKENDUA BUTETAH
PESERUMPOK NENGISINI
(pembacaan Adok dari hasil Musyawarah Sai BATIN )
ANGGOK ANGGOK KHAM TUGOK
ITA ITA RAM SAMPAI
KEBAYAN INJUK DI ANGGOK
AWAS KINTU TIKACAI
WAY RANAU GENAU GENAU
LELAYANG TURUN MANDI
MUNGIYAN NI MUHELAU
KEBAYANNI APILAGI
MIDOKH MID PEKON KUDAN
NYEPOK BULUNG NI PANDAN
MUHANJAK NIHAN BADAN
NGENA KEBAYAN JAK …………
MIDOKH MID SUKAMAKHGA
NYEPOK BULUNG KELAPA
KIK KAK YAMIDOKH BUKA
NGELAKAU LAJU NGELAMA
NYILOK CILOK DI LAWOK
LENTEKHA NI PERAHU
KELAWIS KHIK KEDUGOK
BAI TUHA NINDAI MANTU
SETIWANG PANGKALAN GEDOK
PANGKALAN BIDADARI
TANNO TIKENI ADOK…………….
LAIN MULI LAGI
TANNO TI KENI ADOK
LAIN MULI LAGI
HARAPAN SEKAM KHUMPOK
TI UYUN KO MINAK MUAKHI
TABIK PUN NGALIMPURA
SUSUN SEPULUH JAKHI
KINTU BANG SALAH CAWA
MAHAP JAMA KUNYINNI
8. Urutan Upacara Prosesi
Adat tradisi proses penyambutan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) dalam Tayuhan BATIN telah turun temurun dilakukan. Telah pula terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Terakhir, Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) telah menetapkan urutan prosesi secara lengkap sebagai berikut :
(1) Seperti halnya Penyambutan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) pada Tayuhan BATIN Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) Sultan Pangeran Iro Belunguh ke XVII memerintahkan pada urutan upacara tersebut ditentukan urutan-urutannya. Berdasar kesepakatan raja-2 maka ditentukan siapa sebagai Pepatih Arak-arakan.
(2) Urutan Arak-arakan :
(2.1) Sebelum Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) tiba di lokasi, seluruh yang terlibat harus sudah siap di lokasi.
(2.2) Saat Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) tiba di lokasi disambut oleh :
(2.2.1) Pepatih Arak-arakan
(2.2.2) Payung Kuning atau payung agung (merah) dipegang oleh BATIN .
(2.2.3) Pembawa Pedang, 2 atau 4 bilah.
(2.2.4) Pembawa Tombak, 2 atau 4 bilah
(2.2.5) Kebayan Payung Kuning, Parajurit Pedang, Prajurit ,Tombak, Pepatih Arak-arakan dan Kabayan mengiring Dalom atau Pun (Sai BATIN ) dari sejak turun hingga masuk ke Awan Geminsir. Di kiri kanan Awan Geminsir telah berbaris Mulli Mekhanai mendampingi Mulli BATIN seluruh BATIN Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) memasuki Awan Geminsir Alat kebesaran Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) semua berada di posisi masing-masing. Kabayan, Mulli BATIN berikut Mulli Meranai lainnya serta Babbay berjalan mengikuti Awan Geminsir.
(2.3) Setelah dilaksanakan Tari Pedang. Arak-arakan bergerak berjalan. Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) berjalan dalam Awan Gemisir tanpa Lalamak
(2.4) Sambil terus berjalan, prosesi menyajikan gerak tarian, bunyi-bunyian yang meliputi :
(2.5) Terakot – (1) Kekakti; (2) Pencak Silat; (3) Gamelan ditabuh; (4) Hadrah (rebana) dimainkan; (5) Muli Meranai dan Babbay Pantun.
(2.6) Di titik tempat yang ditetapkan, arak-arakan berhenti. Disajikan Tarian Pedang atau Cabang, para pemikul mengangkat tinggi-tinggi Awan Gemisir dan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) keluar dari dalamnya. Langsung Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) berjalan di atas Lalamak yang disediakan khusus baginya. Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) berjalan di atas Lalamak sampai dengan Kelasa. Pada saat itu, Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) diiringi oleh : 2 atau 4 prajurit berpedang; 2 atau 4 prajurit bertombak; payung kuning;Kebayan.
(2.7) Perangkat Arak-arakan dikumpulkan di satu tempat. Bujang Gadis dan Babbai puari menuju tempat yang disediakan.
(2.8) Pada saat Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) keluar dari Awan Geminsir, melewati Lalamak, menuju Kalasa disambut oleh barisan Raja-raja BATIN berpakaian adat kebesaran dan memberi salam adat. Salam adat, kedua telapak tangan diangkat bersama di atas kening atau cukup menunduk
(2.9) Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) memasuki Kelasa. Tetap diiring Payung Kuning dan pengawalnya sampai di tempat duduk. Payung dan Pengawal berposisi di belakang Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) duduk.
(2.10) Setelah Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) duduk di Kelasa, seluruh hadirin duduk. Acara siap dimulai. Diawali Tangguhan kepada Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) oleh yang mewakili BATIN Agung. Setelah selesai Tangguhan, acara resmi dimulai dipandu oleh Pembawa Acara. Seterusnya, acara penattahan berlangsung.
Biasanya juga dapat ditambah dengan barisan kehormatan berjumlah 24 atau 48 orang (12 atau 24 laki-laki dan 12 atau 24 perempuan) memakai pakaian teluk belanga, sarung gantung ala Melayu dilengkapi dengan selempang khusus, ikat kepala merah, ikat pinggang warna merah. Pria mengenakan topi model Topi Belulang dilengkapi perisai dari rotan.
9. ADOK / GELAR di Kepaksian BUAY BELUNGUH Jukhai Umpu Kuning
Sumber lisan di Kapaksian Belunguh jukhai umpu kuning dan juga keterangan tertulis serba ringkas mengenai gelar kebangsawanan dan gelar dalam fungsi adat telah diuraikan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ), pucuk pimpinan Adat Paksi Pak Sekala Bekhak Buay belunguh jukhai umpu kuning.
Dalam adat Paksi Pak Skala Brak Paksi Buay Belunguh jukhai umpu kuning, ada beberapa tingkatan gelar atau adok. Seluruh adok adalah mutlak anugerah dari Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Anugerah diberikan atas dasar keturunan (nasab-silsilah) maupun karena jasa besarnya kepada Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) atau Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning.
Dalam adat Paksi Buay Belunguh jukhai umpu kuning, gelar adat dalam berbagai tingkatan tidak “diperjualbelikan” melalui cara dan dengan alasan apapun. Kalaupun ada gelar yang dianugerahkan, merupakan mutlak hak prerogatif Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ).
Meski demikian, sebenarnya Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) mengambil keputusan bukan tanpa dasar dan menutup diri dari aspirasi bawah. Para Kepala BATIN berkewajiban menyusun akkat tindih (tingkatan) status anak buah yang akan diberi gelar. Akkat tindih itu kemudian dimusyawarahkan dengan Raja-raja Kappung BATIN . Pengusulan pakkal ni adok ini harus menimbang gelar dari ayahnya (lulus kawai); cakak adok (naik tingkatan gelar) dan adanya pemekaran BATIN .
Hasil musyawarah diserahkan kepada Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) melalui Hi Hik Bani /Pemapah untuk dimintakan persetujuan.Apapun keputusan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) itulah yang harus diterima.
Dalam adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning, gelar terdiri dari dua atau lebih suku kata yang berpedoman pada Pakkal Ni Adok dan pada Uccuk Ni Adok. Pakkal (pangkal) dari gelar merupakan kata inti dari gelar yang menunjukkan status atau tingkat kedudukan seseorang dalam Tatanan Adat Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning.
Contohnya, gelar-gelar : Raja, BATIN , Radin dan seterusnya. Sedangkan Uccuk (ujung) dari gelar menunjukkan identitas keturunan atau BATIN nya..
Misalnya : Raja Perdana II, artinya berasal dari BATIN Lamban Doh yaitu Raja Perdana Utama. Gelar Sultan hanya untuk Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Melekat pula pada gelar Sultan adalah Pangeran dan Dalom. Permaisuri Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ), bergelar Ratu. Dalam stratifikasi gelar yang berkait dengan jabatan (struktur) adat dalam masyarakat berturut-turut sebagai berikut :
1.DALOM/PANGERAN/SULTAN
2. RAJA / DEPATI
3. BATIN
4. RADIN
5. MINAK
6. KEMAS
7. MAS/Itton
Gelar tersebut berkaitan dengan status dan kedudukan yang bersangkutan dalam strata kehidupan masyarakat adat Paksi Buay Belunguh jukhai umpu kuning. Gelar dapat memperlihatkan kedudukannya dalam masyarakat adat dimana ia tinggal. Seorang bergelar Raja, dia mempunyai anak buah yang tertata dalam suatu kelompok masyarakat adat yang disebut BATIN . Raja membawahi BATIN , Radin, Minak, Kimas, Mas, dan seterusnya. Pada jalur perempuan, gelar itu setelah Ratu, adalah BATIN -Radin-Minak-Mas-Itton.
Hanya, ada sedikit perbedaan gelar Raja dan gelar-gelar lain yang diberikan kepada keluarga Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) yang tertata dalam Papateh Lamban Gedung Pakuwon, semacam “Sekretariat Negara”. Mereka ini memperoleh gelar karena adanya hubungan darah dengan Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Karenanya, tidak membawahi langsung gelar-gelar dibawahnya. Sultan dalam menjalankan fungsinya dibantu oleh 6 orang raja Hi Hik Bani, semacam perdana menteri, yang biasanya diangkat dari salah seorang paman atau adik Sultan. Para Pemapah Sultan/Pemapah Paksi bergelar Raja.
Dalam Kepaksian Belunguh jukhai Umpu Kuning mulai debentuk DEWAN RAJA-RAJA dimana fungsinya untuk memusyawarahkan suatu masalah yang menyangkut kepentingan tertentu yang bersifat umum dan atau masalah kerukunan raja-raja dan bawahannya sehingga hasil musyawarah akan di serahkan pada Hi hik Bani, kemudian diserahkan pada SAI BATIN untuk memutuskan keputusan Final.
Gelar Raja oleh Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ) juga dianugerahkan kepada, Kepala BATIN ; Putera Kedua Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ); dan Menantu Tertua Laki-laki dari Dalom atau Pun atau Pangeran (Sai BATIN ). Kepada menantu perempuan tertua memperoleh gelar Tidak Tudau atau Matudau (anak puteri mengikuti suaminya ).
Ditetapkan di Bumi Agung
Tanggal 07-04-2009
Drs. IKHWAN SIRAJ, SH
Sultan Pangeran Dalom
IRO BELUNGUH Ke XVII
Komentar
Posting Komentar